MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN PADI
Sumber Gambar: www.google.com |
Bayangkan apa yang dapat terjadi bila tanaman padi sawah, padi ladang,
atau ladang jagung tidak disiangi. Dalam waktu singkat, berbagai jenis
rumput dan tumbuhan berdaun lebar akan tumbuh lebih tinggi dan kemudian
menutupi tajuk tanaman. Jika penyiangan dilakukan terlambat maka pada
saat panen dapat dipastikan hasil yang diperoleh tidak akan sebanyak
hasil yang diperoleh bila dilakukan penyiangan tepat waktu. Selain
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil, gulma juga dapat bertindak
sebagai inang bagi hama dan penyakit. Kehilangan hasil dikarenakan
persaingan gulma sebesar 10-20%
Gulma umumnya disiangi oleh petani secara manual, yaitu dengan menggunakan tangan maupun kaki, dengan atau tanpa alat bantu. Cara ini tentu saja banyak membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga, terutama bagi petani di luar Pulau Jawa yang lahannya relatif lebih luas. Lain halnya di Pulau Jawa yang tenaga penyiang sukar didapat akibat tersedotnya tenaga kerja ke kota dan semakin kompleks dikarenakan waktu tanam yang serempak membutuhkan waktu penyiangan yang relatif serempak pula. Penyebab inilah yang akhirnya mendorong petani mengendalikan gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida.
Setiap tanaman mempunyai periode kritis dalam persingannya dengan gulma. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan fase pertumbuhan tanaman tersebut yang umumnya periode kritis tersebut sejak tanaman tumbuh hingga ¼ -1/3 pertama dari siklus hidup tanaman. Pada padi,periode kritis persaingan dengan gulma hinga tanaman berumur 40 hari pertama dari siklusnya. Penggunaan herbisida sebaiknya lebih banyak dilakukan di periode kritis tersebut. Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dengan cara disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Jenis herbisida lainnya adalah herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide) yang diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya. Jenis gulma rumput adalah spesies yang sulit dikendalikan dikarenakan mempunyai sifat yang hampir sama dengan tanaman padi. Herbisida dengan bahan aktif butaklor, oksadiason, klometoksinil, pretilaktor dan kuinklorak diyakakini mampu mengendalikan gulma rumput. Herbisida fenoksi efektif mengendalikan gulma berdaun lebar dan teki.
Penggunaan herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air. Masalah lainnya adalah petani cenderung membeli herbisida yang harganya murah, seperti 2,4 D. Hal tersebut menyebabkan tidak ada pergiliran pemakaian bahan aktif herbisida yang berbeda. Prinsip pergiliran tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah dominasi dan peledakan spesies gulma tertentu, atau terjadinya resurjensi dan munculnya spesies gulma baru. Pengamatan lapangan di sepanjang persawahan pantai utara pula Jawa, didapatkan gejala pergeseran dominasi gulma, yaitu gulma berdaun lebar dan teki digantikan oleh gulma rumput dan teki yang tidak merupakan gulma sasaran herbisida tersebut. Hal ini berarti ada gejala pembentukan spesies gulma biotipe baru yang resisten terhadap herbisida 2,4 D. Pengendalian gulma secara langsung yang cukup efektif adalah penggunaan peralatan mesin pengendali gulma.
Joko Pitoyo, Perekayasa dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian telah mencoba mengembangkan mesin penyiang gulma bermotor (power weeder) untuk padi sawah. Mesin ini adalah mesin penyiang gulma padi sawah dengan dua baris tanaman sejajar. Spesifikasi mesin penyiang ini adalah tipe berjalan/walking, menggunakan bahan bakar bensin, mesin 2 tak dengan tenaga 2 PK. Lebar kerja 2 baris untuk jarak tanam 20 cm atau 25 cm, dapat digunakan untuk kegiatan penyiangan padi sawah sampai umur 40 hari.
Keunggulan mesin penyiang ini tiga kali lebih besar dibandingkan alat penyiang manual/gasrok, sehingga dapat menekan biaya penyiangan. Kemampuan kerja 15 jam/ha untuk satu arah atau 27 jam/ha untuk 2 arah. Berat alat termasuk mesin adalah 21 kg, tergolong ringan, mudah dioperasionalkan oleh satu orang operator. Alat ini telah memperoleh Status Perlindungan HKI : ID S0001039 dan mesin ini merupakan solusi dari aspek tenaga kerja, menekan ongkos kerja penyiangan, dan mempercepat pekerjaan. Alat penyiang ini sangat prospektif untuk dikembangkan oleh kalangan industri alsin pertanian dalam rangka pencapaian swasembada beras.
Sumber :
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_10.pdf
http://bpatp.litbang.deptan.go.id
http://himproagro.wordpress.com/2009/01/28/perilaku-herbisida-pada-tanah...
Gulma umumnya disiangi oleh petani secara manual, yaitu dengan menggunakan tangan maupun kaki, dengan atau tanpa alat bantu. Cara ini tentu saja banyak membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga, terutama bagi petani di luar Pulau Jawa yang lahannya relatif lebih luas. Lain halnya di Pulau Jawa yang tenaga penyiang sukar didapat akibat tersedotnya tenaga kerja ke kota dan semakin kompleks dikarenakan waktu tanam yang serempak membutuhkan waktu penyiangan yang relatif serempak pula. Penyebab inilah yang akhirnya mendorong petani mengendalikan gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida.
Setiap tanaman mempunyai periode kritis dalam persingannya dengan gulma. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan fase pertumbuhan tanaman tersebut yang umumnya periode kritis tersebut sejak tanaman tumbuh hingga ¼ -1/3 pertama dari siklus hidup tanaman. Pada padi,periode kritis persaingan dengan gulma hinga tanaman berumur 40 hari pertama dari siklusnya. Penggunaan herbisida sebaiknya lebih banyak dilakukan di periode kritis tersebut. Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dengan cara disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Jenis herbisida lainnya adalah herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide) yang diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya. Jenis gulma rumput adalah spesies yang sulit dikendalikan dikarenakan mempunyai sifat yang hampir sama dengan tanaman padi. Herbisida dengan bahan aktif butaklor, oksadiason, klometoksinil, pretilaktor dan kuinklorak diyakakini mampu mengendalikan gulma rumput. Herbisida fenoksi efektif mengendalikan gulma berdaun lebar dan teki.
Penggunaan herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air. Masalah lainnya adalah petani cenderung membeli herbisida yang harganya murah, seperti 2,4 D. Hal tersebut menyebabkan tidak ada pergiliran pemakaian bahan aktif herbisida yang berbeda. Prinsip pergiliran tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah dominasi dan peledakan spesies gulma tertentu, atau terjadinya resurjensi dan munculnya spesies gulma baru. Pengamatan lapangan di sepanjang persawahan pantai utara pula Jawa, didapatkan gejala pergeseran dominasi gulma, yaitu gulma berdaun lebar dan teki digantikan oleh gulma rumput dan teki yang tidak merupakan gulma sasaran herbisida tersebut. Hal ini berarti ada gejala pembentukan spesies gulma biotipe baru yang resisten terhadap herbisida 2,4 D. Pengendalian gulma secara langsung yang cukup efektif adalah penggunaan peralatan mesin pengendali gulma.
Joko Pitoyo, Perekayasa dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian telah mencoba mengembangkan mesin penyiang gulma bermotor (power weeder) untuk padi sawah. Mesin ini adalah mesin penyiang gulma padi sawah dengan dua baris tanaman sejajar. Spesifikasi mesin penyiang ini adalah tipe berjalan/walking, menggunakan bahan bakar bensin, mesin 2 tak dengan tenaga 2 PK. Lebar kerja 2 baris untuk jarak tanam 20 cm atau 25 cm, dapat digunakan untuk kegiatan penyiangan padi sawah sampai umur 40 hari.
Keunggulan mesin penyiang ini tiga kali lebih besar dibandingkan alat penyiang manual/gasrok, sehingga dapat menekan biaya penyiangan. Kemampuan kerja 15 jam/ha untuk satu arah atau 27 jam/ha untuk 2 arah. Berat alat termasuk mesin adalah 21 kg, tergolong ringan, mudah dioperasionalkan oleh satu orang operator. Alat ini telah memperoleh Status Perlindungan HKI : ID S0001039 dan mesin ini merupakan solusi dari aspek tenaga kerja, menekan ongkos kerja penyiangan, dan mempercepat pekerjaan. Alat penyiang ini sangat prospektif untuk dikembangkan oleh kalangan industri alsin pertanian dalam rangka pencapaian swasembada beras.
Sumber :
http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2009_itp_10.pdf
http://bpatp.litbang.deptan.go.id
http://himproagro.wordpress.com/2009/01/28/perilaku-herbisida-pada-tanah...
Penyusun:
Ume Humaedah (Penyuluh Pertanian Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
emai: ume_humaedah@yahoo.com
Ume Humaedah (Penyuluh Pertanian Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
emai: ume_humaedah@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar